Minggu, 23 Mei 2021

Di bawah selimut kedamain palsu

 “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu” ini Ia menyampaikan beberapa bait puisi yang menyindir para penguasa dan aparat pemerintahan yang dzalim pada saat itu. Puisi “Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu” memiliki makna bahwa sejatinya seseorang yang berilmu namun tidak mengamalkan ilmunya dalam kebaikan itu tidak ada gunanya sama sekali dan orang yang selalu membaca buku namun selalu bungkam dan tidak bisa menegakkan kebenaran itu juga hanyalah sebuah kesia-siaan.

Dalam puisi tersebut seperti disampaikan sebuah sindiran kepada sebagian penguasa pemerintahan yang masih suka berkomplot dengan orang-orang licik dengan tujuan yang tidak baik atau hanya menguntungkan dirinya sendiri. Sedangkan akibatnya adalah rakyat-rakyat yang tertindas dan tidak mendapat keadilan.

Puisi ini memiliki makna agar kita selalu mengamalkan atau memanfaatkan ilmu yang kita dapat pada hal-hal yang baik dan tidak merugikan orang lain. Kita harus menjadi orang yang bijak dalam memanfaatkan ilmu yang kita dapat

Minggu, 16 Mei 2021

Kritik dan Esai Puisi Idul Fitri Karya Sutadji Calzoum Bachri

Idul Fitri

                      Puisi  Sutadji Calzoum Bachri

Lihat

Pedang tobat ini menebas-nebas hati

dari masa lampau yang lalai dan sia

Telah kulaksanakan puasa ramadhanku,

telah kutegakkan shalat malam

telah kuuntaikan wirid tiap malam dan siang

Telah kuhamparkan sajadah

Yang tak hanya nuju Ka’bah

tapi ikhlas mencapai hati dan darah

Dan di malam-malam Lailatul Qadar akupun menunggu

Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya

Maka aku girang-girangkan hatiku

Aku bilang:

Tardji rindu yang kau wudhukkan setiap malam

Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang

Namun si bandel Tardji ini sekali merindu

Takkan pernah melupa

Takkan kulupa janji-Nya

Bagi yang merindu insya Allah ka nada mustajab Cinta

Maka walau tak jumpa denganNya

Shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini

Semakin mendekatkan aku padaNya

Dan semakin dekat

semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini

ngebut

di jalan lurus

Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoir

tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia

Kini biarkan aku meneggak marak CahayaMu

di ujung sisa usia

O usia lalai yang berkepanjangan

Yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus

Tuhan jangan Kau depakkan aku lagi ke trotoir

tempat aku dulu menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini

Kukenakan zirah la ilaha illAllah

aku pakai sepatu sirathal mustaqim

aku pun lurus menuju lapangan tempat shalat Id

Aku bawa masjid dalam diriku

Kuhamparkan di lapangan

Kutegakkan shalat

Dan kurayakan kelahiran kembali

di sana

Dalam puisi Sutardji Calzoum Bahri yang berjudul Idul Fitri dilihat dari sudut pandang ekspresionisme ini bertujuan yang bisa memengaruhi pembaca untuk mengerti isi dan maksud dalam puisi tersebut. Yang kedua, untuk mengetahui gaya bahasa apa saja yang digunakan Sutardji Calzoum Bahri pada puisinya yang berjudul Idul Fitri tersebut. Selanjutnya, masalah yang ingin disampaikan adalah yang pertama bagaimana ekspresionisme bisa memengaruhi sebuah puisi untuk bisa memengaruhi pembaca supaya bisa mengerti isi dan maksud yang terkandung dalam puisi tersebut. Yang kedua bagaimana gaya bahasa itu digunakan sehingga puisi itu bisa dinikmati. Setiap pengarang atau penyair memiliki gaya bahasa sendiri. Hal ini sesuai dengan sifat dan kegemaran masing-masing pengarang. Meskipun setiap pengarang memiliki gaya dan cara sendiri-sendiri dalam melahirkan suatu pikiran, namun ada sekumpulan bentuk atau beberapa macam bentuk yang biasa dipergunakan.

Jumat, 07 Mei 2021

Kritik Sastra puisi karya Mashuri yang berjudul "Hantu Kolam", "Hantu Musim" dan "Hantu Dermaga"

Kritik Sastra puisi-puisi karya Mashuri yang berjudul "Hantu Kolam", "Hantu Musim" dan "Hantu Dermaga"


Puisi 1

Hantu Kolam

 

: plung!

 

Di gigir kolam

Serupa serdadu lari dari perang

Tampangku membayang rumpang

 

Mataku berenang

Bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap

Koral di dasar yang separuh hitam

Dan gelap

Tak ada kecipak yang bangkitkan getar

Dada, menapak jejak luka yang sama

Di medan lama

 

Segalangnya dingin, serupa musim yang dicerai

Matahari

Aku terkubur sendiri di bawah timbunan

Rembulan

Segalanya tertemali sunyi

Mungkin…

 

“plung!”

 

Aku pernah mendengar suara itu

Tapi terlalu purba untuk dikenang sebagai batu

Yang jatuh

Kerna kini kolam tak beriak

Aku hanya melihat wajah sendiri, berserak

 

Banyuwangi, 2012-12-03

 

 

Puisi 2

Hantu Musim

Aku hanya musim yang dikirim rebah hutan

Kenangan – memungut berbuah, dedaunan, juga

Unggas – yang pernah mampir di pinggir semi

Semarakkan jamuan, yang kelak kita sebut

Pertemuan awal, meski kita tahu, tetap mata

Itu tak lebih hanya mengenal kembali peta

Lama, yang pernah tergurat berjuta masa

 

Bila aku hujan, itu adalah warta kepada ular

Sawah hasratku, yang tergetar oleh percumbuan

Yang kelak kita sebut sebagai cinta, entah yang

Pertama atau keseribu, kerna di situ, aku mampu

Mengenal kembali siku, lingkar, bulat, penuh

 

Di situ, aku panas, sekaligus dingin

Sebagaimana unggas yang pernah kita lihat

Di telaga, tetapi bayangannya selalu

Mengirimkan warna sayu, kelabu

Dan kita selalu ingin mengulang-ulangnya

Dengan atau tanpa cerita tentang musim

Yang terus berganti…

 

Magelang, 2012

 

Puisi 3

Hantu Dermaga

Mimpi, puisi dan dongeng

Yang terwarta dari pintumu

Memanjang di buritan

Kisah itu tak sekedar mantram

Dalihmu tuk sekedar bersandar bukan gerak lingkar

Ia serupa pendulum

Yang dikulum cenayang

Dermaga

Ia hanya titik imaji

Dari hujan yang berhenti

Serpu ruh yang terjungkal, aura terpenggal dan kekal

Tertambat di terminal awal

 

Tapi ritusmu bukan jadwal hari ini

Dalam kematian, mungkin kelahiran

Kedua

Segalanya mengambang

Bak hujan yang kembali

Merki pantai

Telah berpindah dan waktu pergi

Menjaring darah kembali

 

Sidoarjo, 2012

 

Kritik dan Esai Puisi Karya Mashuri

Puisi di atas adalah salah satu karya kompeten yang disebut Mashuri. Mashuri lahir di Lamungan pada 27 April 1976. Mashuri belajar di Universitas Aivgaga dan di Universitas Haji Mada. Mashuri menulis banyak puisi, cerita, tes, novel, penulisan dramatis, cerita lokal dan penelitian ilmiah. Salah satu karyanya adalah puisi tinggi yang berjudul "Ghost Pool", "Musim Ghost" dan "Pierghost". Menurut Pradopo (2009: 7), puisi adalah ekspresi pemikiran yang menggairahkan perasaan dan merangsang imajinasi perasaan dalam posisi ritmis. Seperti dalam puisi tinggi, setiap judul dimulai dengan kata "hantu" atau bentuk yang terlihat, tidak jelas untuk melihat. pada puisi pertama yang disebut "Ghost Ghost" menggambarkan seseorang yang berpikir tentang kolam renang dan berhenti di tepi kolam, sambil menonton bayangannya, melepaskan air dari kolam, yang merupakan yang berikut dari yang pertama dan dari detik pertama Kuil puisi.

 

Di gigir kolam

Serupa serdadu lari dari perang

Tampangku membayang rumpang

 

Mataku berenang

Bersama ikan-ikan, jidatku terperangkap

Koral di dasar yang separuh hitam

Dan gelap

Arti puisi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan kata roh, seperti yang ditunjukkan dalam judul, tetapi penulis membandingkan seseorang yang dalam gelap, tidak dikenal untuk orang lain dan hanya untuk menjadi penampilannya melalui air dari kolam bayangan. menonton. Biasanya, kita tahu kasus dengan gerakan dengan gerakan, selalu dalam gelap dan tidak bisa dilihat, tetapi kadang-kadang Anda kadang-kadang dapat melihat hanya bayangan. Puisi kedua penting untuk kondisi atau kondisi di bidang sawah selama musim. Pada titik pertama puisi yang berbunyia

Aku hanya musim yang dikirim rebah hutan

Kenangan – memungut berbuah, dedaunan, juga

Unggas – yang pernah mampir di pinggir semi

Semarakkan jamuan, yang kelak kita sebut

Pertemuan awal, meski kita tahu, tetap mata

Itu tak lebih hanya mengenal kembali peta

Lama, yang pernah tergurat berjuta masa

Dari bait di atas menceritkan tentang padi yang tumbuh dengan suburr. Unggas atau burung-burung datang untuk memakan padi yang telah siap untuk dipanen. Puisi kedua ini berjudul “Hantu Musim” namun sama seperti dengan puisi pertama tidak ada kaitannya dengan sosok hantu melainkan penulis mengibaratkan sebuah perubahan musim yang menakutkan para petani.

Pada puisi ketiga memiliki makna penggambaran pada sebuah kapal yang berada di laut. Digambarkan pada larik puisi berikut.

Segalanya mengambang

Bak hujan yang kembali

Merki pantai

Dalam puisi ketiga ini disebut "Hantu Dermaga", tetapi sama dengan yang kedua, dan puisi ketiga tidak ada hubungannya dengan tokoh hantu, tetapi penulis membandingkan keadaan ini ketika sekilas kapal atau berenang, satu hal yang takut karena itu Hal yang ketakutan, karena menakutkan, tidak tahu apa yang akan terjadi karena hanya ada satu lautan yang tak tertahankan, serta hantu yang terkenal untuk menakutkan .

            Pada puisi pertama terdiri dari 4 bait dan 23 baris, puisi kedua terdiri dari 3 bait dan 19 baris, puisi ketiga terdiri dari 2 bait dan 20 baris. Setiap karya sastra memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan dari puisi di atas yaitu ketiga puisi tersebut memiliki keterkaitan yaitu dimana judulnya berkaitan dengan kata “Hantu”, kemudian jika dilihat dari puisi pertama, kedua, dan ketiga baitnya berurutan yaitu 4, 3, dan 2, selain itu puisi di atas ditulis dalam tahun yang sama yaitu 2012. Kekurangan dari puisi di atas adalah pemilihan kata yang digunakan sulit untuk dipahami.

 

UAS Kritik dan Esai

 KRITIK DARI CERPEN KARYA M.SHOIM ANWAR Cerpen Sorot Mata Syaila Karya M. Shoim Anwar ini mengangkat kisah kehidupan sehari-hari yang sudah ...